Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Hukum » Polri » Pertentangan RUU Perubahaan UU Polri Dengan UU 1945

Pertentangan RUU Perubahaan UU Polri Dengan UU 1945

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Kamis, 10 Apr 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB

Harianterbit Jakarta – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diajukan sebagai bentuk penyesuaian terhadap dinamika sosial, teknologi, dan perkembangan hukum.

Namun demikian, terdapat sejumlah ketentuan dalam RUU tersebut yang menimbulkan potensi pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

RUU ini perlu diuji secara mendalam karena menyangkut prinsip dasar negara hukum, pembagian kekuasaan, hak asasi manusia, dan tatanan sistem hukum nasional, Jakarta 09 April 2025.

Selain itu, ditemukan bahwa dalam RUU ini tidak secara eksplisit diatur mengenai sumber pembiayaan Polri dari APBN sebagaimana semestinya ditegaskan dalam undang-undang kelembagaan negara. Hal ini kontras dengan pengaturan mengenai Kompolnas yang justru secara jelas disebutkan mendapatkan anggaran dari APBN.

Potensi Bahaya: Mengabaikan prinsip akuntabilitas keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa semua pengeluaran negara harus ditetapkan dalam APBN. Berpotensi membuka celah pendanaan non-APBN yang tidak dapat diawasi oleh DPR maupun BPK.

Melemahkan prinsip transparansi dan pengawasan terhadap belanja aparat penegak hukum. Bertentangan dengan asas negara hukum dan prinsip budgetary control oleh parlemen. Menimbulkan kekaburan mengenai legitimasi operasional dan anggaran institusi kepolisian yang memiliki kewenangan represif.

Dengan tidak disebutkannya pengaturan eksplisit mengenai anggaran Polri dari APBN, maka terdapat risiko serius munculnya sumber-sumber pembiayaan alternatif yang tidak akuntabel serta menimbulkan konflik kepentingan atau bahkan potensi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi struktural.

1. Potensi Konsentrasi Kewenangan Tanpa Mekanisme Checks and Balances RUU memberikan kewenangan luas kepada Polri dalam bidang: Intelijen keamanan (Intelkam) termasuk pengumpulan informasi, deteksi dini, pengawasan aliran dana, Penindakan di ruang siber, Penyadapan.

Masalah Konstitusional: RUU ini berpotensi menimbulkan konsentrasi kekuasaan dalam satu institusi, yaitu Polri. Ini bertentangan dengan asas checks and balances dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Catatan Hukum, Tindakan intelijen, penyadapan, dan pemblokiran ruang siber adalah kewenangan yang secara prinsip harus tunduk pada mekanisme peradilan, tidak boleh dilakukan secara bebas.

2.Perluasan Wewenang Polri ke Luar Negeri dan Ruang Siber Tanpa Landasan Konstitusional. RUU memperluas yurisdiksi Polri hingga: Perwakilan RI di luar negeri, Kapal dan pesawat berbendera Indonesia di wilayah internasional, Ruang Siber.

Masalah Konstitusional: UUD 1945 tidak memberi mandat eksplisit kepada Polri untuk menjalankan fungsi di luar batas teritorial nasional. Hal ini berpotensi bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara lain, serta prinsip non-intervensi sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan persetujuan DPR.
3. Dominasi Polri atas Penyidik Lain Mengikis Independensi Institusi

Pasal 16 dan Pasal 14 RUU menyebutkan Polri memiliki:

Kewenangan membina, mengawasi, dan mengendalikan penyidik lain (PPNS, penyidik lembaga khusus),
Kewenangan menerima, menolak, atau memberi petunjuk kepada penyidik lembaga lain.

Masalah Konstitusional: Ini berpotensi mereduksi independensi lembaga-lembaga negara lain, misalnya KPK, Kejaksaan, dan lembaga administrasi sektoral lainnya termasuk penyidik TNI AL. Bertentangan dengan semangat Pasal 24 UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang bebas dari intervensi lembaga lain, serta mengaburkan pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan yudikatif.

4. Usia Pensiun dan Jabatan Polri: Celah untuk Kepentingan Kekuasaan RUU memperpanjang usia pensiun perwira tinggi Bintang empat dan pejabat fungsional hingga 65 tahun melalui Keputusan Presiden.

Masalah Konstitusional: Ini membuka ruang politisasi jabatan Polri, khususnya jika proses perpanjangan tidak disertai kontrol lembaga lain. Bertentangan dengan asas meritokrasi dan sistem rotasi kepemimpinan yang sehat, serta tidak sesuai dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

5. Ancaman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) Beberapa kewenangan dalam RUU berpotensi melanggar: Hak atas privasi (penyadapan, pengawasan dana), Hak atas informasi dan kebebasan berekspresi (pemutusan akses ruang siber),
Prinsip due process of law (tindakan cepat tanpa pengawasan yudisial).

Masalah Konstitusional: Bertentangan dengan Pasal 28G dan 28I UUD 1945, yang menjamin: Perlindungan atas diri pribadi dan informasi pribadi, Hak untuk bebas dari perlakuan yang sewenang-wenang.

Kesimpulan RUU Perubahan Ketiga atas UU Polri memuat penguatan kelembagaan yang penting. Namun, dari perspektif konstitusional, terdapat sejumlah pasal yang: Berpotensi melanggar prinsip negara hukum dan demokrasi konstitusional, Melemahkan prinsip pemisahan kekuasaan dan independensi kelembagaan, Menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia jika tidak dibarengi mekanisme pengawasan yudisial dan legislatif yang ketat.

Saran, Penataan ulang pasal-pasal yang mengatur wewenang intelijen, ruang siber, penyadapan dan pengawasan lembaga lain. Perlu mekanisme kontrol oleh DPR dan Mahkamah Agung, termasuk melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang transparan dan akuntabel. Perlu penambahan pasal yang mengatur bahwa seluruh kegiatan Polri dibiayai dari APBN.

  • Penulis: Redaksi
  • Editor: M rohim
expand_less