Pengacara Muda Kotabaru Ungkap Dalang Kasus Hukumnya adalah Ipda Kity Tokan
- account_circle David
- calendar_month Sabtu, 20 Sep 2025

Foto (Red)
Harianterbit.id Banjarbaru – Praktisi hukum sekaligus advokat dari Organisasi HAPI yang juga menjabat sebagai Sekretaris HAPI (Himpunan Advokat Pengacara Indonesia) DPD Kalimantan Selatan, Hafidz Halim alias Bang Naga, resmi melaporkan dugaan kriminalisasi yang dialaminya ke Ditreskrimum Polda Kalimantan Selatan. Laporan itu menyoroti dugaan pemberian keterangan palsu di bawah sumpah pada sidang Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru dalam perkara Nomor 165/Pid.B/2022/PN Ktb.
Kasus ini bermula pada 2022 ketika Hafidz Halim dilaporkan ke Polres Kotabaru oleh advokat MN Asikin dan Marisa Dewi Puspa. Atas laporan tersebut, Halim ditahan dan kemudian diproses hukum dengan tuduhan menggunakan surat magang palsu di LBH Lekem Kalimantan.
Proses persidangan di PN Kotabaru berakhir dengan putusan yang menyatakan Halim bersalah dan dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Menurut Halim, putusan itu tidak terlepas dari kesaksian lima advokat, yakni Aspihani Ideris, Wijiono, Ya Muhammad Muhajir, Marisa Dewi Puspa, dan Agus Rulianto, yang ia duga memberikan keterangan tidak benar di bawah sumpah.
Dalam persidangan, Aspihani Ideris mengaku menandatangani surat magang tanpa membaca isi dokumen terlebih dahulu karena adanya desakan pihak lain. Surat itu kemudian digunakan sebagai salah satu syarat administrasi untuk pengambilan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Halim berulang kali mengajukan keberatan, sebab Aspihani dan Wijiono selaku petinggi P3HI justru mengakui membuat dan menandatangani surat magang LBH Lekem di persidangan, namun keduanya tidak diproses hukum dengan Pasal 263 ayat 1 KUHP. Sebaliknya, hanya dirinya yang dijerat Pasal 263 ayat 2 KUHP.
Halim juga menyoroti adanya kejanggalan terkait struktur organisasi LBH Lekem. Menurutnya, Aspihani dan Wijiono mengaku sebagai Ketua dan Sekretaris LBH Lekem Kalimantan. Padahal, berdasarkan AD/ART, struktur LBH Lekem sejak 2012 hingga 2024 masih diketuai oleh Badrul Ain Sanusi Al-Afif, S.H., M.H. Atas dasar itu, dua pertiga pengurus LBH Lekem kemudian melakukan pemilihan pada 2025 dan tetap memilih Badrul Ain sebagai Ketua Umum, sementara Hafidz Halim ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal menggantikan posisi Aspihani.
Selain itu, muncul pula keterangan dari Aspihani dan Wijiono bahwa pencabutan surat magang dilakukan karena adanya tekanan dari penyidik. Halim menduga hal itu bagian dari rekayasa hukum yang merugikan dirinya.
Ia menegaskan rangkaian kesaksian para saksi saling bertentangan. Tekanan psikologis juga ia rasakan selama menjalani masa tahanan, terutama setelah istrinya yang berstatus ASN di RSUD Kotabaru dipindahkan ke daerah terpencil. Halim menyebut pemindahan itu dilakukan atas permintaan seorang oknum polisi kepada Sekda Kotabaru, sehingga ia memilih tidak mengajukan banding pada saat itu.
“Kesaksian para terlapor yang saya nilai tidak sesuai fakta membuat saya harus menjalani hukuman. Padahal, tidak ada pihak yang dirugikan secara nyata. Saat ini saya sudah mengantongi 27 bukti baru (novum), dan saya akan ungkap dalang di balik rekayasa tersebut. Yang jelas dalang utamanya adalah Kity Tokan, eks KBO Reskrim Polres Kotabaru yang kini menjabat Kapolsek Sungai Loban. Ini sudah saya sampaikan kepada Ketua Baleg DPR RI dan Komisi Hukum DPR RI, termasuk bukti permintaan kepada pihak kampus agar menyatakan saya tidak pernah kuliah. Namun dosen-dosen saya menolak karena saya benar-benar kuliah di Universitas Achmad Yani. Mengapa kasus saya dipaksakan? Karena mereka barter dengan ijazah palsu Aspihani,” ujar Halim, Minggu (14/9/2025).
Halim menambahkan, ia kini mengantongi bukti rekaman suara pengakuan Aspihani setelah terbongkarnya dugaan ijazah dan gelar palsu. Dalam rekaman itu, Aspihani disebut mengetahui surat magang Halim ditukar oleh Muhajir.
“Seharusnya pengakuan itu disampaikan di persidangan, bukan setelah terbongkar kasus ijazah palsu. Apalagi saya waktu itu diadili hanya dengan selembar fotokopi dari fotokopi. Ironisnya, jaksa penuntut umum saat itu langsung Kepala Kejaksaan Negeri, Andi Irfan, yang belakangan tersandung kasus pungli dan narkoba di Madiun,” tukasnya.
Halim juga mengingat pernyataan yang menurutnya sulit dilupakan ketika Kity Tokan mendatanginya di penjara dan menyebut dirinya sebagai musuh negara.
“Kata-kata itu akan saya bawa ke tingkat nasional. Pertanyaannya, saya ataukah dia yang menjadi musuh negara dengan merekayasa perkara saya?” pungkas Halim.
Laporan ini diajukan dengan dasar Pasal 242 KUHP tentang keterangan palsu di bawah sumpah. Halim melampirkan sejumlah dokumen, termasuk salinan putusan PN Kotabaru, AD/ART LBH Lekem, nota kesepahaman, dan berkas lainnya. Meski demikian, seluruh dugaan tersebut masih harus dibuktikan melalui proses hukum.
Kasus ini menambah sorotan publik terhadap jalannya persidangan di PN Kotabaru. Sejumlah pengamat hukum menilai laporan tersebut bisa menjadi momentum memperkuat integritas peradilan sekaligus menegaskan pentingnya sumpah saksi di hadapan hukum.
Hingga kini, pihak-pihak yang dilaporkan maupun organisasi advokat yang disebut dalam laporan Hafidz Halim belum memberikan klarifikasi. Media ini tetap membuka ruang seluas-luasnya bagi para pihak terkait untuk memberikan penjelasan guna menjaga keberimbangan informasi.