Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Daerah » May Day, Jaro Ajat: Setiap Keringat adalah Doa yang Layak Dijawab dengan Kepedulian

May Day, Jaro Ajat: Setiap Keringat adalah Doa yang Layak Dijawab dengan Kepedulian

  • account_circle Yusuf JAN
  • calendar_month Kamis, 1 Mei 2025

Harianterbit.id Lebak – Dibalik jendela kantornya yang menghadap hamparan sawah, Bapak Jaro Ajat Sudrajat, Kepala Desa Citorek Tengah sekaligus Ketua APDESI Kabupaten Lebak, duduk merenung. Senja menguning menyiram ruangan sederhana itu, seakan menyelaraskan diri dengan keprihatinannya.

“Hari Buruh bukan sekadar peringatan. Ini adalah cermin bagi kita semua: sudahkah kita adil pada mereka yang membanting tulang?” ujarnya, suara parau penuh makna, Kamis (01/05/2025).

Dibalik Setiap Kapalan Tangan, Ada Cerita yang Tak Boleh Terlupakan
Mata Bapak Jaro teduh saat ia bercerita:
“Saya pernah menjadi buruh tani. Saya tahu, rasanya pulang ke rumah dengan kaki lecet, tapi hati tetap berbunga karena bisa membawa beras untuk anak-anak. Namun, tak semua cerita berakhir bahagia. Masih banyak buruh di Lebak yang menahan lapar demi upah tak seberapa. Ini yang harus kita ubah.” ucapnya

Tangannya menunjuk foto lama di dinding: seorang bapak tua dengan cangkul di pundak. Lihatlah, Ini almarhum salah satu warga. Seluruh hidupnya dihabiskan untuk menggarap sawah orang, tapi ia meninggal tanpa bisa membeli sepatu baru untuk cucunya. Kita tak boleh biarkan pengorbanan seperti ini sia-sia.

“Mereka Bukan Angka, tapi Saudara yang Berhak Bernapas Lega,” ungkapnya

Dengan nada penuh harap, Bapak Haji Ajat berbagi renungan:

“Pernah suatu pagi, saya melihat seorang ibu memanen padi menggendong anaknya yang demam sambil bekerja. Air matanya jatuh di antara daun padi yang ia petik. Saat itu, saya berjanji desa ini harus menjadi tempat di mana tak ada lagi ibu yang menangis diam-diam di tengah sawah.” tambahnya

Menurut Ajat, Keadilan bagi buruh bukan hanya tentang upah. Ini tentang martabat. Tentang memastikan mereka bisa pulang dengan kepala tegak, tak perlu malu meski bajakannya berlumpur.

Harapan dari Seorang Pemimpin Desa
Sembari memandang langit senja yang mulai gelap, Bapak Jaro berujar lembut:

“Saya bermimpi suatu hari nanti, anak-anak buruh tani di Citorek Tengah akan bangga berkata, Ayahku pahlawan yang menghidupi negeri. Bukan lagi mendengar bisikan, Aku malu ayahku hanya buruh. Untuk itu, kita harus bekerja lebih keras: memastikan setiap tetes keringat mereka dihargai, setiap pengorbanan diberi arti.” tambahnya lagi

Di sudut ruangan, seikat padi kering tergantungpemberian warga sebagai simbol harapan. Ini pengingat, katanya, bahwa tugas kita adalah menumbuhkan benih keadilan, bukan sekadar menunggu panen.

Hari Buruh Adalah Panggilan Hati
Sebelum wawancara berakhir, Bapak Haji Ajat menatap kamera dengan mata berkaca:

“Besok, ketika bendera peringatan telah diturunkan, jangan sampai semangat ini ikut turun. Ingatlah wajah-wajah yang hari ini masih berjuang. Jika kita bisa tidur nyenyak karena gaji cukup, mari pastikan mereka juga bisa. Karena kebahagiaan hanya berarti ketika bisa dirasakan oleh mereka yang paling letih bekerja. Pesannya mengalun seperti kidung, menyentuh relung hati yang paling sunyi.” pungkasnya

  • Penulis: Yusuf JAN
expand_less