FK3I Desak Kemenhut Berikan Kepastian Hukum Bagi Rakyat di Kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi
- account_circle Redaksi
- calendar_month Senin, 1 Sep 2025

Kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi, Kabupaten Garut, Sumedang dan Kabupaten Bandung, Senin (1/9/2025)
Jakarta – Koordinator Pusat Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I-red) Pusat Dedi Kurniawan meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Serius dalam Melakukan Pengelolaan Kawasan. Dalam hal ini yang menjadi sorota adalah Kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi, Kabupaten Garut, Sumedang dan Kabupaten Bandung.
“Dimana Kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi menjadi Tempat bergantung hidup masyarakat khususnya Kelompok Tani Hutan di Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang,” kata Koordinator Pusat Forum komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I-red) Pusat Dedi Kurniawan lewat pernyataanya, Senin (1/9/2025)
Menurut Dedi, Taman Buru Masigit Kareumbi seperti yang telah diberitakan sebelumnya statusnya adalah Kawasan Konservasi. Dimana kata Dedi, tidak dalam Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan Suaka Alam.
Namun, kata Dedi, tentunya Pengelolaan Kawasan konservasi harus sesuai regulasi Aspek Perlindungan, Pengawetan Dan Pemanfaatan.
Kata Dedi, dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di kawasan konservasi, kementerian Kehutanan dan lingkungan hidup (KLHK) telah menetapkan beberapa blok yang memungkinkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat salah satunya ialah blok tradisional.
“Penetapan pembagian blok ini juga sebagai acuan masyarakat dalam melakukan aktifitas pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) khusunya diwilayah taman buru masigit kareumbi. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam kawasan konservasi taman buru masigit kareumbi ialah pemnfaatan hasil hutan bukan kayu, yang mana dalam hal ini diwujudkan dalam aktivitas penyadapan getah pohon pinus,” ucap Dedi.
Dedi menjelaskan bahwa aktifitas pemberdayaan ini sempat berjalan selama tiga (tiga) tahun lalu anatara waktu 2019-2022 dan sempat ada satu Perjanjian Kerjasama resmi antara Kelompok Tani Hutan dengan Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.
Ketidak jelasan mengenai status dan perkembangan legalitas (Perjanjian Kerja Sama) antara kelompok tani hutan dan BBKSDA Jawa barat dari tahun lalu ini membuat kondisi ekonomi kelompok tani hutan semakin terpuruk, keterpurukan ekonomi itu diakibatkan oleh pemberhentian aktifitas penyadapan getah pohon pinus.
Sebagai kordinator Pusat Forum komunikasi Kader Konservasi Indonesia, Dedi sangat menyayangkan atas kejadian ini, dan dalam hal ini kami FK3I Indonesia menyatakan sikap dan Mendesak sebagai berikut.Pertama, Kami meminta Kementerian Kehutanan dalam hal ini Direktorat Jendral KSDAE untuk segera mengeluarkan Surat Persetujuan tentang Kemitraan Konservasi sebagai acuan Penendatanganan PKS antara KTH dn Kepala BBKSDA Jabar.
“Jika hal itu belum dan tidak akan dilakukan saya khawatir akan terjadi tindakan yang tidak diinginkan dalam kawasan konservasi taman buru masigit kareumbi,” tutur Dedi.
Selain itu, pihaknya juga mengecam Kepala balai besar Konservasi sumberdaya alam Jabar untuk lebih serius dalam hal pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat di kawasan taman buru masigit kareumbi. Serta segera audit dan tindak tegas oknum pegawai BBKSDA yang terlibat dalam aktivitas tata niaga pemanfaatan HHBK di taman buru masigit kareumbi.
“Kemudian kami juga menghimbau dan mengajak seluruh Kelompok Tani Hutan di kawasan taman buru masigit kareumbi untuk tergabung dalam satu naungan paguyuban tani yang sudah jelas arah dan tujuannya untuk kepentingan bersama kaum tani bukan malah menjadi afiliasi pihak ketiga,” tuturnya.
Dia berharap untuk kementerian kehutanan agar segera mengeluarkan surat persetujuan sebagai dasar hukum dari penendatanganan Perjanjian kerjasama anatara KTH dengan Kepala Balai Besar Jawabarat.
“Sein itu, kami pun telah memfasilitasi dan menyaksikan secara langsung kesepakatan mayoritas Kelompok tani hutan setiap desa untuk tergabung dalam satu naungan paguyuban tani sebagai wadah besar yang akan memperjuangkan kepentingan bersama termasuk menentang koptasi pihak ketiga yang selalu mempolitisai kelompok tani hutan,” tutup Dedi.
- Penulis: Redaksi