DPKP Gencarkan Sosialisasi Biosaka Bagi Para Petani Pandeglang

Avatar of Redaksi
DPKP Gencarkan Sosialisasi Biosaka Bagi Para Petani Pandeglang I Harian Terbit

HARIANTERBIT.ID (CIBALIUNG) – Inovasi teknologi biosaka saat ini menjadi salah satu alternatif para petani dalam upayanya meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.

Biosaka bukan merupakan pupuk, bukan pestisida ataupun perangsang tumbuh kembang tanaman, namun biosaka mampu melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit.
Oleh karena itu penggunaan biosaka oleh para petani sangat menguntungkan jika dalam aplikasinya dilakukan secara tepat.
Metode inovasi tersebut saat ini sedang disosialisasikan secara gencar oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang yang sedang giat Sekolah Lapang (SL) di seluruh Balai Penyuluh Pertanian (BPP) kecamatan se Kabupaten Pandeglang.
Apa itu biosaka ? Kepala DPKP Pandeglang Dr. Nasir, SP., MBA., MP mengatakan biosaka merupakan inovasi yang telah dikembangkan dari bahan-bahan alamiah yang tersedia melimpah di alam.
Namun demikian biosaka bukan merupakan pupuk, bukan pestisida, bukan juga perangsang tumbuh. Biosaka hanya berupa Larutan terbuat dari tumbuhan atau rerumputan yang berfungsi sebagai ‘elisitor’.
“Larutan inilah yang kemudian diberi nama biosaka,” ujar Kepala DPKP Pandeglang yang turun tangan langsung mempraktikkan pembuatan biosaka sebagai elisitor bagi tanaman yang dibudidayakan petani dalam sekolah lapang di Desa Cibaliung Kecamatan Cibaliung Kabupaten Pandeglang, Jumat (25/08/2023).

BACA JUGA:Krisis Air Bersih Melanda Kota Hujan
Hadir dalam Sekolah Lapang ini unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Kecamatan Cibaliung, Sekretaris DPKP Uun Junandar, SP., MM, Kepala Desa Cibaliung serta para Kepala Bidang (Kabid) di lingkungan DPKP Pandeglang.
Dr. Nasir menuturkan sudah saatnya petani kembali ke alam, memanfaatkan apa yang telah disediakan oleh alam untuk mengelola lahan pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Kita tidak perlu khawatir dengan mahalnya sarana produksi, karena kita akan manfaatkan rumput dan tanaman-tanaman yang telah disediakan oleh alam menjadi biosaka,” imbuhnya.
Menurutnya selain mampu meningkatkan produksi pertanian, biosaka juga mampu menekan penggunaan pupuk mencapai 50 – 90 persen, pada tingkat produktivitas yang sama.
Beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biosaka antara lain: babadotan (Ageratum conyzoides L), tutup bumi (Elephantopus mollis Kunth), Kitolod (Hippobroma longiflora), maman ungu (Cleome rutidosperma), Patikan kebo (Euphorbia hirta L), Meniran (Phyllanthus niruri L), anting-anting ( Acalypha indica).

BACA JUGA:Bupati Irna Komitmen Tingkatkan Kualitas Kader TPK
Tanaman-tanaman tersebut memiliki kandungan senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, tanin, fenolik dan kuinon yang berfungsi sebagai elisitor yang akan memacu terbentuknya metabolit sekunder di dalam kultur sel tanaman.
“Biosaka dapat digunakan pada seluruh fase tanaman, mulai dari benih sampai panen. Proses produksinya pun sangat cepat, reaksi biosaka dapat dilihat dalam waktu 24 jam setelah aplikasi, karena biosaka tidak menggunakan metode fermentasi yang biasanya memakan waktu paling cepat 1 minggu,” katanya menjelaskan.
Dr. Nasir menegaskan, biosaka menguntukan dan pilihan alternatif yang tepat bagi para petani di Kabupaten Pandeglang. Namun dia mengingatkan soal cara penerapan di lapangan aplikasinya harus dilakukan secara tepat.
Lalu bagaimana agar Biosaka dapat berdaya guna (efektif) ketika di aplikasikan terhadap tanaman ?
Dihadapan para praktisi pertanian yang hadir dalam sekolah lapang, terdiri dari Penyuluh Pertanian, Petugas POPT dan petani, kelompok tani serta gabungan kelompok, Dr. Nasir mengatakan bahwa pada dasarnya pemanfaatan biosaka sangat tergantung pada 2 hal penting. “Pertama cara pembuatan benar, sehingga menghasilkan biosaka yang jadi, dan kedua cara aplikasi yang benar,” tegasnya.

BACA JUGA :Mata Hukum Laporkan Penyimpangan Anggaran Miliaran ke Kejati Banten
Dia memberi tips agar dapat menghasilkan biosaka jadi, yakni :
Pertama, siapkan bahan berupa rumput-rumputan/daun-daunan. Pilih yang sehat, simetris, bebas hama /penyakit, tidak bolong-bolong, tidak jamuran, ujung daun tidak kusam dan warna daun rata. Ambil yang pucuk, masih hijau, 2-4 lembar daun dengan batangnya. Yang paling bagus adalah yang tumbuh di tempat ekstrim, tumbuh di pinggir jalan kering dan berbatu, di dinding/di tembok, pegunungan berbatu, di tanah PH rendah/masam, di lahan rawa dan air genangan sepanjang tahun.
Cukup satu genggam tangan untuk 1 wadah dalam satu kali pembuatan, 5 persen dari bahan dan 95 persen air atau sekitar 2,5 ons bahan rumput/daun dalam 5 liter airProses pembuatannyadilakukan dengan cara meremas dedaunan atau rerumputan di dalam air selama kurang lebih 10 -15 menit sampai tercampur homogen tidak mengendap, tidak berubah warna menjadi bening dan tidak mengeluarkan gas meskipun disimpan dalam waktu yang lama).
Kedua, peremasan harus dilakukan dengan perasaan yang lega, senang gembira. Lakukan dengan remasan yang kuat tapi pelan-pelan saja. Setiap 3 remasan lakukan menyibak air ke kiri. Sehingga akan terjadi semacan pusaran air
“Putaran kekiri ini sesuai fenomena alam, tanaman merambat yang enak dimakan, seperti kacang panjang, selalu merambat berputar kekiri, tapi tanaman beracun, seperti gadung, merambat berputar kekanan,” terangnya.
Ketiga, peremasan dilakukan sampai ramuan menjadi homogen , menyatu antara air dengan saripati rumput/daun. Ciri-ciri homogen: tidak mengendap, merata homogenitas dalam botol mulai dari bagian atas, tengah dan bawah; tidak timbul gas, tidak ada butiran, bibir permukaan membentuk pola cincin, pekat dan mengkilap, diterawang tidak bening, bisa berwarna hijau/biru/merah sesuai dengan warna rumput/daun yang digunakan.
“Aplikasi yang benar menghasilkan dampak yang diharapkan, sebaliknya aplikasi yang salah justru mengakibatkan kerusakan tanaman,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Nasir mengaku bangga dengan kehadiran para petani yang antusias mengikuti setiap kegiatan sekolah lapang dan mengajak stakeholder pertanian di Kabupaten Pandeglang menjadikan SL ini sebagai momentum membangkitkan semangat membangun pertanian adaptif, inovatif, dan akseleratif sesuai arahan Bupati Pandeglang Hj. Irna Narulita. (Asep WE)***

banner 325x300
Ikuti kami di Google News