Harianterbi.id Jakarta – Program kerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror bukan hanya pelayanan publik semata. Satuan kerja Mabes Polri ini merupakan pelayanan pilar kepolisian. Karena telah memastikan tegaknya ideologi negara dari rongrongan ideologi lain.
“Sangat nyata dalam hal meneguhkan ideologi kebangsaan dari rongrongan ideologi lain yang ingin mengganti Pancasila,” kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Dawam, seusai kunjungannya terkait Kompolnas Award 2023, Senin (12/6/2023).
Mohammad Dawam menilai, meski tidak tampak di permukaan oleh publik. Menurut hasil temuan dan penelitiannya. Program Densus 88 perlu dilakukan penguatan pada daerah-daerah zona merah radikalisme. Terutama pada daerah yang sering diselenggarakannya event internasional. Dan juga daerah yang terpilih sebagai destinasi pariwisata super prioritas.
“Sebagaimana dalam Perpres RPJMN 2020-2024 lebih mendapat perhatian dari negara dari faktor keamanan dan kenyamanannya sebagai simbol keamanan negara dimata dunia Internasional,” katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti sistem pengawasan melekat atasan kepada bawahan anggota. Dengan operasi silent perlu di kontrol oleh atasan yang kuat. Termasuk secara rutin menggelar tes urin untuk mengantisipasi penggunaan narkotika maupun pengaruh terhadap jaringan judi online.
“Dengan demikian sistem reward and punishment juga berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ia juga memberi catatan terkait kebijakan pola penangkapan. Menurutnya, pola penangkapan harus mengutamakan aspek humanisme. Dengan mengedepankan moral tertinggi. Yakni tidak boleh melakukan tindakan kekerasan di lapangan.
“Selama ini model penegakan hukum yang dilakukan Densus 88 Anti Teror dipandang telah memenuhi prinsip hak asasi manusia secara universal,” ungkapnya.
Kendati demikian, Ia menilai negara tetangga seperti Australia saja sudah menerapkan kebijakan pemantauan bagi eks Napiter. Dengan mewajibkan pendaftaran data pribadi, seperti nomor handphone, email, data elektronik dan tidak boleh mengganti pin identitas personal. Apabila hal tersebut diganti, eks napiter akan tidangkap dan diamankan kembali.
“Hal inipun tidak kemudian bisa dianggap melanggar HAM. Justru dengan demikian, akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat lebih luas dalam perlindungan hak asasi manusia,” tandas Mohammad Dawam.