HARIANTERBIT.ID JAKARTA – Novel Baswedan mengkritik terkait ancaman yang diberikan kepada pejabat Ombudsman dan hakim Mahkamah Agung (MA).
Para pejabat Ombudsman tersebut sedang menyelidiki perkara tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diadakan oleh pihak KPK.
Baca juga : Pigai Kritik Komnas HAM Soal Pegawai KPK
Pelaksanaan tersebut menuai banyak polemik yang membuat berbagai pihak dari Ombudsman hingga Komnas HAM turun tangan.
Bahkan, para pegawai KPK yang tidak lolos TWK pun meminta tolong ke Presiden Joko Widodo.
Namun, hingga kini persoalan tersebut belum terselesaikan.
Alih-alih selesai, justru muncul persoalan baru yang mengabarkan jika pejabat Ombudsman dan hakim MA mendapatkan ancaman dan ditekan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng yang berujar jika ada pihak-pihak berusaha mengintervensi penyelidikan mengenai persoalan TWK KPK.
Kritikan Novel Baswedan itu muncul mencuat di akun Twitter miliknya terkait ada tuduhan ancaman yang dilayangkan kepada pejabat Ombudsman.
“Berani ya, pejabat Ombudsman RI saja ditekan/diancam. Katanya Hakim MA pun jg ditekan,” kata Novel Baswedan.
Dikatakan lebih lanjut oleh Novel Baswedan, pelaksanaan TWK diduga menjadi alat untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang sedang menyelidiki kasus tertentu.
Menurut Novel, ancaman tersebut merupakan ulah dari orang-orang yang diduga menjadi maling uang rakyat.
“Jelas ada kekuatan besar utk singkirkan pegawai KPK dgn alat TWK. Brgkl banyak yg belum paham, itulah kerja koruptor yg menyerang kami selama ini,” ucap Novel.
Sementara, enam mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan validasi pernyataan mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari yang menyatakan ada hakim diteror pihak KPK.
Adapun enam eks pimpinan KPK yang mempertanyakan pernyataan Aidul Fitriciada Azhari yaitu, Busyro Muqoddas, Mochammad Jasin, Adnan Pandu Praja, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Laode Muhammad Syarif.
“Pada diskusi tersebut, saudara menyatakan pernyataan sebagai berikut, ‘Saya beberapa kali memeriksa hakim, beberapa orang hakim, yang dia diteror juga oleh KPK. Ditelepon dan dirusak. Ada seorang hakim, bahkan keluarganya pun diteror’ pada jam dan menit ke 1:41:30-1:43:00,” ujar perwakilan eks pimpinan KPK Busyro Muqoddas beberapa waktu silam.
Diskusi dimaksud yakni ‘Kontroversi Temuan TWK 51 Pegawai KPK’ yang diselenggarakan oleh Moya Institute dan ditayangkan pada akun Youtube Unity Diversity.
Kata Busyro, pernyataan Aidul menyangkut kredibilitas KPK sebagai institusi penegakan hukum, terlebih, dirinya dan lima koleganya pernah menjabat sebagai komisioner KPK.
“Oleh karena itu, kami mempunyai kepentingan untuk mempertanyakan, apa validitas dan bukti kongkrit dari pernyataan di atas?” kata Busyro.
Enam mantan pimpinan KPK mendukung Aidul untuk menindaklanjuti dan melaporkannya, apabila Aidul mempunyai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sehingga validitas pernyataan tersebut menjadi sahih dan akuntabel, baik secara hukum maupun etika.
“Hal ini menjadi penting karena KPK potensial dapat dituduh telah mengintervensi proses peradilan dan independensi hakim dalam menangani sebuah perkara,” ujar Busyro.
Jika Aidul tidak memiliki bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak dapat membuktikan pernyataannya, menurut Busyro, maka pernyataan tersebut dapat dikualifikasi sebagai penyesatan informasi kepada masyarakat, sekaligus menjadi indikasi kuat dari sikap dan perilaku ketidakjujuran.
“Kami berharap dan meminta Saudara untuk dapat menunjukkan sikap ksatria sehingga jika seandainya tidak bisa menyediakan alat bukti untuk mendukung pernyataan tersebut di atas, sebaiknya, pernyataan itu ditarik, lalu, diklarifikasi dan dikonfirmasi sebagaimana fakta yang sebenarnya,” katanya.